bunuh diri

Ada sebuah kisah seorang pria yang ingin bunuh diri karena tak tahan dengan kerasnya kehidupan. Ia ingin menambrakkan dirinya ke rel kereta api.
“hidupku penuh dengan cobaan. Aku hanyalah seseorang yang membawa sial bagi orang lain. Aku hanya pecundang seperti sampah yang tak berguna. Ohh…… Tuhan dima keadilan-Mu. Kenapa Kau berikan cobaan yang tak sanggup aku memikulnya. Kenapa Kau lahirkan aku yang tak berguna ini. Apakah kau ingin mempermainkanku dalam hidup ini. Apakah Kau ini mendengarku atau Kau emang tidak ada!!!” ia berteriak di rel kereta api dalam keheningan malam yang tengah menggelamkan dirinya dalam menyalahkan tuhan. Ia berjalan menyusuri rel kereta api sambil menunggu maut yang akan menjemputnya. Dirinya berjalan lemah dalam balutan kesulitan yang menghimpit dirinya. Pikirannya kosong, Ia terus berjalan hingga akhirnya melihat sang penjemput kematian datang menghampirinya. “Inilah waktunya untuk mengakhiri segala penderitaan ini” lalu Ia memejamkan mata dengan pasrah kepada sang penjemput nyawa…………….

Tiba-tiba Ia bangun dan berada pada sebuah tempat yang agak berantakan dan kotor. “Apakah aku sudah berada di neraka” pikirnya dalam hati. Beberapa saat kemudian, datanglah seorang kakek kurus dan agak dekil mendekatinya. Kakek tersebut adalah seorang pemulung yang tinggal di daerah sekitar rel kereta.
“siapa kamu….? Dimana aku….? Apakah kamu malaikat penjaga pintu neraka…? Jangan mendekat… Jangan mendekat… Jangan mendekat…!!!
“tenang anakku…. Tenang, kamu berada di rumah bapak. Bapak bukan malaikat yang akan mengazabmu. Bapak hanyalah manusia biasa”.
“kenapa aku bisa ada disini??? Bukankah seharusnya aku telah tewas ditabrak kereta api???”
“Kamu tadi pingsan dan langsung bapak selamatkan. Apakah kamu ingin bunuh diri?
“Ya…. Aku tak tahan lagi dengan kehidupan ini. Aku ini hanyalah manusia yang membawa sial dan tak berguna. Lebih baik aku bunuh diri daripada menanggung semua penderitaan ini”. Pemuda itu hendak bangkit untuk melanjutkan bunuh diri yang sempat tertunda. Kakek tersebut mencegatnya dan mengatakan,”Tenang nak... tenang… kamu boleh pergi dan melakukan apa saja yang hendak kamu lakukan tapi dengarkan dulu cerita bapak.” Pemuda itu heran dengan apa yang dikatakan oleh kakek tersebut.
“Cerita??? Emang cerita apa pak?”
“Duduklah dulu. Bapak akan menceritakan sebuah kisah kepadamu”.
Pemuda tersebut hanya menurut dengan apa yang dikatakan oleh kakek itu. Ia duduk di atas tumpukan karton bekas yang ada di dalam rumah kakek tua itu.
“Begini nak…. Bapak tau kamu ingin bunuh diri karena tak sanggup menahan penderitaan. Dirimu mungkin telah putus asa dengan masalah yang sedang kamu hadapi”.
Pemuda tersebut terdiam dalam lamunannya. Kakek tersebut melanjutkan ceritanya,”dahulu kala, ada seorang raja yang sangat perhatian terhadap kondisi rakyatnya. Ia rela berkeliling kota untuk melihat kondisi rakyatnya. Pada suatu malam yang kelam, diselimuti oleh hawa yang membuat orang lebih memilih untuk tidur. Sang raja pergi berkeliling untuk melihat situasi rakyatnya. Ketika sedang berjalan menyusuri jalan, sang raja didatangi oleh anak buahnya untuk melaporkan bahwa ada perampok yang sedang melakukan aksinya.
“Wahai raja, kami akan menyiapkan pasukan untuk menangkap para perampok itu”.
“Tidak…!!! Biarkan aku yang pergi menghadapi perampok itu”.
Para prajurit terkejut mendengar perintah sang raja,”Duhai raja, nanti raja dibunuh oleh para perampok yang sangat bengis dan sadis. Mereka terkenal dengan kekejamannya”.
Sang raja tetap pergi dengan mengambil pedangnya lalu berlalu untuk menghadapi perampok itu. Prajuritnya berusaha mencegah rajanya pergi tapi sang raja telah bertitah dan merekapun tak sanggup untuk melanggar perintah sang raja,”Biarkan saya mati dengan kemuliaan ini!!!”kata sang raja kepada prajuritnya.
Pemuda tersebut tersentak dan mata mulai mengeluarkan butir-butir air yang keluar dari mata yang berharap dapat melihat kematian. Dia mengis sejadi-jadinya, aaaa……!!!
“Maafkan saya pak yang telah bertindak bodoh ini,” dalam isakan tangisnya,”Tuhan… maafkan aku yang telah menuduhmu, aku kilaf, aku bodoh. Maafkan aku Tuhan.
“Anakku, engkau adalah orang yang pertama mengerti dengan apa yang aku sampaikan, kakek tersebut ikut mengis,”Telah banyak orang yang ingin bunuh diri di sekitar sini dan mereka tetap melanjutkan rencananya untuk bunuh diri. Anakku… engkau merupakan satu-satunya orang yang mengerti akan cerita ini. Hiduplah dengan kemuliaan atau matilah dengan kemuliaan.”pemuda itu terdiam sejenak merenungi setiap untaian kata-kata yang bak mata air mengaliri hatinya yang kering. ”Anakku… hiduplah dengan menegakkan kepalamu kalau tak sanggup matilah dengan menegakkan kepalamu” jangan kau hinakan matimu, jangan kau tambah kotori diri dengan kematian seorang pengecut….
Airmatanya semakin deras keluar membasahi pipinya. Pemuda itu tetap diam tak mengatakan sepatah katapun. Dia hanya asyik menumpahkan semua kesulitan hidupnya dalam tangisan yang membawa semua masalahnya keluar dari dalam dirinya.
Setelah puas menumpahkan semua masalahnya dalam tangisan yang membawa semua masalahnya itu. Ia mulai tenang dan berhenti menangis. Hatinya mulai lega setelah melepaskan semua kesulitan hidupnya. Dia mulai sadar untuk menapaki hidup ini dengan jiwa yang tegar.
Pemuda itu meminta izin kepada kakek tersebut untuk pergi.
“Terima kasih pak atas semua nasehatnya. Bapak telah membuka mati hati aku. Bapak telah menerangi pikiran aku. Pak, saya mohon izin untuk pergi melanjutkan hidup aku. Aku akan mengulangi lagi langkah-langkah aku dalam menjalani hidup.”pemuda tersebut berdiri untuk segera pergi melanjutkan hidupnya.

0 komentar:

Posting Komentar