Aduh…….. Lupa


PANASNYA terik matahari tidak membuat lukman menyerah untuk pergi menghadiri acara seminar. Kakinya melangkah dengan pasti, mengangkat dan menapaki setiap langkah menuju ke ruang pertemuan di PKM.

Lukman terhanyut dalam lamunannya saat sedang berjalan menuju PKM, “kenapa setiap perjuangan harus ada pengorbanan? Apakah pengorbanan bisa memberikan hasil yang diharapkan……?!

Didalam lamunannya itu, Ia tersentak seketika karena kakinya tersandung batu.
“Aduh………” , Lukman menyeringis kesakitan, “astaghfirullah, mungkin aku kebanyakan melamun nih….” Lukman kembali kepada kesadaran awalnya untuk segera menuju PKM.


Lukman merupakan mahasiswa teknik sipil yang sangat bersemangat dan selalu optimis. Ia sering memotivasi temannya untuk selalu bersemangat dalam hal apapun. Ketika itu Ia pernah memberikan semangat kepada temannya yang gagal dalam mengerjakan tugas besar ‘menggambar rekayasa’.
“Kamu sekarang mungkin gagal tapi ingat kegagalan bukan akhir segalanya. Kegagalan merupakan proses yang akan mengantarkan kita kepada kesuksesan dengan selalu mengevaluasi diri kenapa sampai gagal.”

Dibalik itu semua, Lukman merupakan pria yang pendiam dan juga Ia seorang yang pelupa. Pernah suatu kejadian Lukman pergi ke musholla perpustakaan pusat di kampusnya. Ketika selesai sholat Ia langsung pergi begitu saja tanpa terlebih dahulu memakai sepatu. Sekitar sepuluh meter dari tempat Ia sholat, baru Lukman sadar bahwa kakinya belum dipasangi sepatu.
“Aduh……. Malunya aku” kata Lukman  dalam hati dengan muka merah menahan rasa malu.

Ketika Lukman pulang dari kampus menuju kostnya, Ia melihat tidak ada makanan yang bisa dimakan. Lalu Lukman pergi membeli nasi goreng dengan mengendarai sepeda buntutnya yang diwarisi secara turun-temurun. “alhamdulillah…. Telah hilang rasa laparku dan telah kenyang perutku,” Kata lukman pergi meninggalkan kedai itu setelah membayar nasi goreng.

Keesokan hari, ketika hendak pergi ke masjid untuk melaksanakan sholat subuh, Lukman terkejut melihat sepedanya tidak ada lagi. Ia tetap berusaha tenang.
“mungkin sepeda aku lagi dibawa teman atau diletakkan suatu tempat oleh buk kost,” Pikir Lukman untuk menghilangkan kecemasannya.”

Setelah selesai sholat subuh dan mengaji, Lukman bertanya kepada teman-teman kostnya.
“Rif, ada liat sepeda aku yang ditaro di bagasi nggak?”
“nggak ada, emang dimana kamu meletakkannya?”
“entahlah, kurasa emang di bagasi aku letakkan.”
“Coba tanya yang lain, mungkin mereka tau”

Andi, Oji, Taqim, Rahmat, Danil, buk kost, kakek nenek sebelah rumah, ibu-ibu di depan rumah dan tante-tante yang sedang ngosip pagi di samping rumah, semuanya ditanyai oleh Lukman, “ada yang ngeliat sepeda aku?”
Pagi itu terjadi kehebohan karena ada sebuah insiden hilangnya sepeda warisan Lukman. Lukman menjadi cemas dan panik. Ia berpikir ulang untuk meriview kemana saja membawa sepedanya.
“aku pergi ke tempat kakak dengan sepeda lalu pergi ke masjid setelah itu pergi ke rumah Rudi, teman satu jurusan. Lalu aku kembali ke kost.”

Lukman pun pergi ke tempat yang Ia pikirkan itu untuk mencari harta warisannya. Tak ada satupun yang tahu dimana sepedanya.
“Ustadz, ada ngeliat sepeda aku diparkir di halaman masjid ini”, kata Lukman kepada gharin masjid.
Nggak ada, emang ada menaruh sepeda disini?
“Ada kemaren, waktu pergi sholat ashar.”
“Ustadz mah nggak tau….”
“Ya udah, nggak apa-apa ustadz. Terima kasih ustadz. Assalamualaikum”

“Rud, waktu aku pergi ke kost kamu, apa kamu ada ngeliat sepeda aku?”
Nggak ada, kenapa sepeda kamu? Hilang?
“Ya gitulah, nggak ada di kost ku.”

Sudah dua hari Lukman mencari sepeda warisannya. Ia tak pantang menyerah walaupun sampai saat ini belum juga ketemu.
Pada malam harinya Lukman kembali menyusun kerangka pikirannya untuk mengingat-ingat apa yang telah Ia lakukan ketika insiden hilangnya sepeda. Ingat satu kejadian yang sebelumnya tidak Ia pikirkan yaitu pergi membeli nasi goreng dengan mengendarai sepeda.
“Nanti setelah sholat subuh, aku akan langsung pergi ke kedai nasi goreng itu untuk melihat sepedaku yang hilang,” Gumam Lukman sendirian di atas kasurnya.

Ketika subuh menjelang, suara azan pun berkumandang. Lukman pun pergi menunaikan kewajibannya sebagai hamba yang taat kepada Allah swt. untuk melaksanakan sholat subuh di masjid.
Selepas sholat, Lukman langsung pergi ke kedai orang yang menjual nasi goreng itu. Ketika sampai di tempa penjual nasi goreng. Ia tak melihat sepeda yang Ia taruh di depan kedai tersebut dan juga kedai itupun tidak buka.
“Mungkin sepedaku telah diambil orang”. Pasrah Lukman karena Ia tak lagi menemukan harta warisannya; sepeda.
Sekitar jam delapan pagi, kakak Lukman menelponnya untuk menanyakan kondisi terakhir  tentang perkembangan percarian sepeda.
“Assalamualaikum, Lukman”
“Wa alaikum salam”
“Udah ketemu sepedanya?”
“Belum kak”
“Coba kamu ingat-ingat terakhir kamu memakai sepeda itu”
“Iya kak, Lukman memakainya ketika membeli nasi goreng dan lupa membawa pulang sepeda. Tadi setelah sholat subuh, Lukman lihat nggak ada sepeda Lukman disana.”
“Emang udah kamu tanya sama orang pemilik kedai itu?”
“Belum, karena tadi kedainya tutup.”
“Ya….. iya lah tutup. Kedai itu aja bukanya sorean.”
“Ooo…. Iya, Lukman lupa. Heee…….”
“Ya….. udah, nanti  biar kakak yang nanya ama orang yang punya kedai itu.”
“Terima kasih kak. Hubungi Lukman kalau udah ada perkembangannya ya kak…”
“Siiip……”
“Assalmualaikum”
“Wa alaikum salam”

Ketika asyik sedang menikmati pemandangan kota di depan Rektorat kampus yang terletak di atas bukit. Tiba-tiba saja terdengar deringan suara hp dari dalam saku Lukman. Lalu Ia mengambil hp-nya dan mendekatkan ke telinganya.
“Assalmualaikum kak”
“wa alaikum salam”
“Bagaimana perkembangannya kak? Udah ketemu?”
“udah….. kata orang itu, Ia melihat sebuah sepeda yang tergeletak di depan halamannya. Karena kasihan melihat sepeda itu sendirian, orang itu meletakkan dibelakang rumahnya agar tidak di ambil oleh yang tidak memiliki hak atas sepeda itu sampai orang yang punya menjemputnya.”
“Heeee……………”
“Kamu ambil aja sepeda itu kesana. Kakak nggak bisa membawanya pulang karena kakak harus pergi.”
“OK, kak. Nanti Lukman jemput”
“Jangan lupa ya….. assalmualaikum”
“Wa ‘alaikum salam”

Ketika Lukman sampai di depan pintu ruang pertemuan PKM, Ia merasa gugup untuk masuk karena telah terlambat. Jam menunjukkan pukul sepuluh lewat sepuluh padahal seminarnya mulai pukul delapan. Lukman nggak bisa datang tepat waktu karena Ia harus kuliah pada jam delapan dan  selesai kuliah jam sepuluh.
Dengan keberanian dan semangat membara Lukman memegang ganggang pintu, membuka, dan menarik pintu tersebut. Ketika pintu itu terbuka lebar, Lukman melihat telah banyak kursi yang berjejer rapi tanpa ada orang yang mendudukinya.
“Ah……. Mana orangnya, apa udah selesai seminar??? Bukannya selesai pukul satu.” Lukman berbicara sendiri.
Lalu Lukman menelpon temannya, Arief.
“Assalamualaikum, rif. Apa udah selesai seminarnya?”
“Wa ‘alaikum salam. Seminar apa???”
“Seminar yang dilaksanakan oleh BEM tentang otonomi daerah…..”
“Ooo…. Itu, bukannya seminar itu kamis depan?!”
“Ah……. Kamis depan???
“Iya….”
“OK lah kalau begitu, berarti aku salah liat nih…… terima kasih ya rief.”
“Hee…… ya…ya…ya”
Lalu Lukman pun menutup teleponya.

0 komentar:

Posting Komentar